1. Nama dan Masa Kecil Mu’allim
Beliau di lahirkan dengan nama “Muhammad syafi’I bih M. Sholeh Raidi, di daerah Batu Tulis, Kebayoran, Jakarta Selatan. Beliau dilahirkan pada tanggal 31 Januari 1931, atau bertepatan dengan 12 Romadhon 1349 H. Beliau mempunyai 8 orang saudara kandung, tetapi karena salah satu meninggal dunia ketika masih kecil, mu’allim hanya memiliki 7 orang saudara saja.
2. Pendidikan Mu’allim
Sejak masih kecil, mu’allim tidak tinggal bersama kedua orang tuanya. Tapi beliau tinggal bersama kakeknya yaitu, bpk. Husin, di daerah Pecenongan. Beliau, sebagai mana lazim orang betawi dahulu, memanggil kakeknya dengan sebutan jid. Dan di dalam asuhan kakeknyalah mu’allim mendapatkan didikan ilmu-ilmu agama, seperti ilmu al-qur’an beserta tajwidnya. Sehingga tak heran pada usia 9 tahun, mu’allim berhasil mengkhatamkan al-qur’an serta mengajar kawan-kawannya. Dan kakeknya pula lah, yang berhasil menanamkan kegemaran dan kecintaan mu’allim kecil terhadap ilmu agama. Sehingga beliau tumbuh, sebagai pribadi yang menggemari ilmu agama.
3. Memburu Ilmu, Mengejar Guru
Sebagai mana diberitahukan sebelumnya, mu’allim sejak kecil, adalah sosok yang sangat menggemari ilmu agama. Hal ini dibuktikan dengan pengembaraannya untuk menuntut ilmu. Meskipun cakupannya hanya di wilayah Jakarta saja, namun tidak berarti semuanya berlangsung biasa saja. Banyak sekali hal yang patut kita jadikan sebagai bahan renungan, mulai dari metode belajar beliau maupun startegi yang beliau lakukan dalam menuntut ilmu (untuk lebih jelas bisa dibaca di biografi beliau “Sumur yang Tak Pernah Kering”, terbitan Yayasan Al-‘Asyirotusy Syafi’iyah). Beliau juga beruntung karena mendapatkan ulama terkemuka di zamannya sebagai gurunya. Dan istimewanya, beliau pun mendapatkan tempat khusus di hati para gurunya. Berikut daftar para ulama ridhwanullaha ‘alaihim yang memberikan pendidikan kepada al-mu’allim :
* K.H. Sa’idan
* Syd Ali bin Husein al-Athas (Habib Ali Bungur)
* Syd Ali bin Abd Rohman al-Habsyi (Habib Ali Kwitang)
* K.H. Mahmud Romli
* K.H. Ya’kub Sa’idi
* K.H. Muhammad Ali Hanafiyyah
* K.H. Mukhtar Muhammad
* K.H. Muhammad Sholeh Mushonnif
* K.H. Zahruddin Utsman
* Syekh Yasin bin Isa al-Fadani
* K.H. Muhamad Thoha
* Dan ulama lainnya.
4. Aktivitas Mengajar Mu’allim (Sumur yang Tak Pernah Kering)
Buah dari kerja keras mu’allim menuntut ilmu ke banyak ulama di Jakarta, mulai terlihat. Majlis ta’lim nya tersebar di lima wilayah ibu kota, bahkan sampai merambah ke daerah Jawa Barat. Apabila di total, aktivitas mengajar mu’allim menyebar sampai ke lebih dari 30 majlis ta’lim. Itu berarti tiap harinya mu’allim mesti mengajar di 4-5 tempat, dengan murid yang berbeda dan juga kitab yang berbeda. Subhanallah. Yang lebih hebat lagi, majlis mu’allim tidak hanya dihadiri oleh kalangan umum saja. Tidak sedikit para kyai serta asatidz yang berdatangan untuk menimba ilmu di sumur yang tak pernah kering itu. Dari sekian banyak majlisnya itu, ada satu yang melalui media radio, yang ketika itu berlangsung di Radio Cendrawasih. Pangajian udara inilah, yang nantinya membidani lahirnya karangan Mu’allim yang fenomenal, yaitu kitab “Taudhihul Adillah (1-7)”.
5. Buah Karya Mu’allim
Kita patut menyambut gembira kehadiran karya-karya Mu’allim yang manfaatnya telah banyak diakui oleh banyak orang, baik dari kalangan ulama maupun orang awam. Hingga kini, sudah puluhan karya yang telah dihasilkan Mu’allim. Pada umumnya karya beliau (kecuali Kitab Taudhihul Adillah) berupa risalah-risalah kecil. Berikut penulis sampaikan beberapa karya mu’allim beserta sedikit ringkasannya.
* Taudhihul Adhillah
Judul buku ini, yaitu Taudhihul Adhillah (menjelaskan dalil-dalil) , benar-benar tepat menggambarkan isi buku tersebut. Seperti diberi tahukan sebelumnya, kelahiran kitab ini bermula dari acara Tanya jawab agama yang diasuh oleh Mu’allim di Radio Cendrawasih. Menurut mu’allim kitab ini adalah kitab yang tidak perlu capaek-capek dalam membuatnya, karena kitab ini adalah “rekaman” dari Tanya jawab tersebut. Kitab ini (dari jilid I s/d VII) telah berkali-kali di cetak ulang. Peredarannya pun bukan hanya di Indonesia tetapi juga sampai merambah ke negeri Jiran dan beberapa Negara Timur Tengah.
* Risalah Qobliyah Jum’at
Risalah ini membahas tentang kesunnatan Qobliyyah Jum’at dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Dalam risalah ini dikemukakan nash-nash Al-Qur’an, hadits, dan pendapat para fuqoha’ (ahli fiqih).
* Risalah Sholat Tarawih
Untuk memenuhi hajat kaum muslimin akan penjelasan tentang sholat tarawih, disusunlah risalah ini. Di dalamnya dijelaskan dalil-dalil dari hadits dan keterangan para ulama (termasuk imam mujtahid) yang berkaitan dengan sholat tarawih. Mulai dari pengertiannya, ikhtilaf tentang jumlah roka’atnya, cara pelaksanaannya, dll dibahas dalam kitab ini.
6. Wafatnya Mu’allim
Pada pagi hari, ahad 7 Mei 2006, selepas Mu’allim mengajar di Masjid Pondok Indah, beliau mengeluh sakit pada jantungnya. Akhirnya dalam perjalanan menuju RSPP Pertamina, beliau kembali berpulang ke pangkuan Allah dengan Husnul Khotimah. Banyak para muridnya yang terkejut mendengar berita tersebut. Tak hentinya mereka datang ke kediaman Mu’allim di daerah Kebayoran, untuk mensholati dan mendo’akan kepergian beliau. Bahkan disebutkan sholat jenazah dilakukan tak putusnya mulai dari siang sampai malam hari. Sungguh ketika itu Ummat Islam, khususnya di Indonesia telah kehilangan putra terbaiknya.
Sumber : Buku (K.H.M. Syafi’I Hadzami ; Sumur yang Tak Pernah Kering)
Catatan : Mungkin sekelumit catatan di atas, belum cukup untuk menggambarkan sosok sang Mu’allim K.H. Muhammad Syafi’I Hadzami. Untuk lebih jelasnya, sahabat bisa membaca biogarafi beliau (K.H.M. Syafi’I Hadzami ; Sumur yang Tak Pernah Kering).
Wallohu a’lam bish showab..
Allohummagfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu wa akrim nuzulahu wawasi' madholahu waj'alil jannata maswahu
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus